MAKALAH
Dinasti
Abbasiyah dan Kemajuan Sastra pada Masa Dinasti Abbasiyah
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Geografi Budaya Arab
Dosen pengampu:
Lutfiyah Alindah,M.Hum, M.A
Disusun oleh:
Chozainul Muna (A01214006)
Ilya Fahmi Rosyida (A71214065)
Abdul Hamid (A91214107)
PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
TAHUN 2014-2015
Pembahasan
A.
Dinasti Abbasiyah
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah
berakhir, maka pemerintahan Islam digantikam oleh pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dan dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah
pemerintahan umat Islam. Dinasti ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah wafat, yaitu
menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasulullah dan kerabatnya. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abu al- Abbas, nama lengkapnya Adalah Abdullah
Al-saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas pada tahun 132 H (750M) sampai 656 H (1258 M). dinamakan
pemerintahan bani Abbasiyah karena pendiri serta penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas yakni paman Nabi Muhammad. Dinasti ini terbentuk melalui
revolusi yang dilakukan Abu Abbas as-Shaffah dengan dukungan kaum Mawali dan
Syiah terhadap bani Umayyah dipusat Damaskus pada tahun 132H/750 M. masa
pemerintahan Bani Abbas dibagi menjadi lima periode yaitu: pertama (132 H/750 M
– 232 H/847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama, kedua (232 H/847 M- 334
H/945 M) disebut masa pengaruh Turki pertama , periode ketiga (334 H/945 M- 447
H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan bani Abbasiyah,
periode keempat (447 H/1055 M- 590 H/1194 M) periode ini juga disebut masa
pengaruh Turki kedua, dan periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M) masa
khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif
disekitar kota Baghdad.
1.
Periode Pertama
Dinasti Abbasiyah berlangsung pada 132 H (750M) sampai meninggalnya
al- Watsiq yang berlangsung satu abad. Pada periode ini Bani Abbasiyah
mengalami kemajuan dan mencapai masa keemasan. Namun pada saat orang-orang
turki yang diberi kesempatan dalam pemerintah dan ketentaraan mulai mencoba
mendominasi dan mempengaruhi kebijakan Khalifah, untuk menghindari hal itu
al-Watsiq memindahkan pusat pemerintahan dari Baghdad ke Samarra. Cirri-ciri
yang menonjol pada pemerintahan Bani abbasiyah periode Pertama antara lain :
1.
Pengaruh
kebudayaan Persia sangat kuat
2.
Dalam
penyelenggaraan Negara terdapat jabatan Wazir yang membawahi kepala-kepala
departemen
3.
Terbentuk
ketentaraan propesional
4.
Lembaga
pendidikan terbagi dua tingkat :
a.
Maktab/kuttab
dan Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah , tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan , hitungan, tulisan, dan tempat para remaja belajar
ilmu-ilmu agama .
b.
Tingkat
pedalaman , yaitu para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya , pergi keluar
daerah untuk menuntut ilmu di bidangnya masing-masing, kebanyakan ilmu agama .
dan pengajarannya berlangsung di masjid atau rumah ulama yang bersangkutan.
Yang kemudian berkembang menjadi perpustakaan atau Universitas.
Factor- factor yang menyebabkan kemajuan pada Bani abbasiyah adalah terjadinya
asimilasi antara bangadsa Arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain itu berpartisipasinya
unsure-unsur non arab terutama bangsa Persia dalam pembinaan perdaban Islam
yang mendatangkan kemajuan dalam banyak bidang. Tidak hanya itu kebijaksanaan
dinasti Bani Abbasiyah yang lebih berorientasi kepada pembangunan peradaban
pada perluasan kekuasaan wilayah.
2.
Periode Kedua
Diawali ketika AlMutawakkil menjadi khalifah abbasiyah. Sampai
khalifah al Mukhtaqi. Ia dan para khalifah penggantinya sangat lemah sehingga
orang-orang turki yang sebelumnya berda dalam unsure militer pada khalifah al
Mu'tasim dapat mengambil alih kekusaan.masa ini ditandai dengan bangkitnya
pengaruh Turki. Orang- orang turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan.
Kekuasaan politik pada periode ini sangat buruk.
Factor factor prnyebab kemunduran daulat bani Abbasiyah pada
periode ini antara lain :
1.
Para
khalifah tidak mempunyai kekuatan dan kewibawaan
2.
Komunikasi
lambat sedangkan daerah kekuasaan harus dikendalikan
3.
Ketergantungan
terhadap militer sangat tinggi
4.
Kesulitan
keuangan karena beban pembiyaan tentara sangat besar
5.
Munculnya
beberapa pemberontakan
3.
Periode ketiga
Dinasti bani abbasiyah pada periode ini di dikuasai oleh dinasti
Buwaihi.dan keadaanya lebih buruk dari periode sebelumnya. Karena dinasti
Buwaihi ini menganut aliran Syiah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai
pemerintah dan diberi gaji. Pusat pemerintahan islam pada periode ini tidak
lagi di Baghdad. Teapi dipindahkan di Syiraz, tempat Ali bin Buwaihi ini
berkuasa. Meskipun begitu ilmu pengetahuan tetap mengalami kemajuan pesat.bidang
ekonomi, pertanian, dan pedaganganjuga mengalami kemajuan.
4.
Periode keempat
Periode ini ditandai oleh kekuasaan bani saljuk yang berhasil
melumpuhkan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah juga membaik karena kewibawaannya
dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang
syiah. Kekuasaan saljuk kemudian melemah setelah adanya konflik internal,
sementara kekuasaan khalifah mulai kuat kembali, terutama di negeri Irak.
5.
Periode kelima
Pada periode ini mereka merdeka dan berkuasa di Baghdad sempitnya
wilayah ini menunjukkan kelemahan politiknya pada masa inilah tentara mongol
dating dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan kekuasaan Abbasiyah
tanpa perlawanan berarti.
B.
Perkembangan Sastra dan Bidang Kesenian Aslinya
Pada masa khalifah Abbasiyah ini
tujuan syair sudah mulai mengrah kepada hal-hal yang bersifat keindahan,
kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau dan bersenang-senang untuk melampiaskan
hawa nafsu, disamping itu masih berkisar juga untuk rayuan dan ejekan. Dengan
demikian maka pada zaman ini mulai ada perpaduan antara syiir Arab klasik
dengan syi'ir Arab modern, sehingga makna yang terkandung terkesan halus dan
khayalnya sangat indah. Pada masa-masa awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah,
terjadi perkembangan menarik ditengah masyarakat yang ditaklukkan terutama di
Persia. Terdapat gerakan bernama Syu'ubiyah (nasionalisme), dan bertujuan
menanamkan rasa persaudaraan dan persamaan diantara semua orang Islam. Bentuk
gerakan Syu'ubiyah secara umum adalah perlawanan sastra. Gerakan ini
mengolok-olok klaim orang Arab tentang superioritas intelektual mereka dan
mengeklaim superioritas orang non Arab dalam bidang puisi dan sastra. Gerakan
sastra non-Arab dipimpin oleh para tokoh seperti Al-Biruni, dan Hamzah
Al-Ishfani, sementara kelompok Arab
diwakili oleh beberapa tokoh Arab sendiri, dan beberapa tokoh Persia, seperti al-Jahiz, Ibn Durayd, Ibn Qutaibah dan Al-Baladhuri. Dalam kaitannya dengan
persoalan-persoalan kontroversi ali tulah muncul beberapa tulisan orisinil
paling awal tentang sastra Arab.
Penulis karya sastra Arab adalah
orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan mewakili
monument sebuah peradaban, bukan semata monument sebuah bangsa sastra Arab
dalam pengertian yang sempit, adab (belles-letters), mulai dikembangkan
oleh al-Jahiz (w. 868-869), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai puncaknya
pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah melalui karya-karya Badi' Al-Zaman al-Hamadzani (969-1008),
al-Tsa'labi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri (1054-1122). Salah satu
cirri khas penulisan prosa pada masa itu adalah kecenderungan respon atas
pengaruh Persia untuk menggunakan ungkapan-ungkapan Hiperbolik dan bersayap.
Masa tersebut ditandai dengan Humanism dalam kajian ilmiah. Dari sisi
Intelektual.Fenomena itu menandai masa kemunduran dalam tradisi sastra. Masa
ini menyuburkan kaum proletar sastra., yang para anggotanya, karena tidak
memiliki mata pencaharian yang tetap, tapi mengelana dari suatu tempat ke
tempat yang lain untuk mendapatkan keuntungan material dari orang-orang kaya.
Masa ini juga menyaksikan bentuk baru sastra , yaitu maqamah.
Badi' al-Zaman al-Hamdzani dikenal
sebagai pencipta maqamah, sejenis anekdot dramatis yang subtansinya berusaha
dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman dan
kefasihan berbicaranya. Anekdot itu sering digunakan sebagai cara yang samar
dan tidak langsung untuk mengkritik tatanan social yang ada dan menyampaikan
sebuah pesan moral. Pada masa ini menjadi bentuk sastra paling sempurna dan
karya tulis bernuansa drama dalam bahasa arab. Kisah-kisah berbahasa Spanyol
dan Italia yang bernuansa realis atau kepahlawanan memperlihatkan kedekatan
yang jelas dengan maqamah arab.
Sebelum maqamah muncul, sastra Arab
menyaksikan kemunculan sejarawan sastra arab terbesar, Abu al- Faraj
al-Ishfahani, (897-967). Abu al-Faraj tinggal di Allepo, tempat ia
menyelesaikan kitabnya., Al-Aghani, (buku
nyanyian) yang merupakan sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga dan
sumber utama untuk mengkaji peradaban islam. Pada masa ini tidak lama sebelum
pertengahan abad ke-10 draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal
dengan Alf Laylahwalayah (seribu satu malam )disusun di Irak. Acuan
utama penulisan draf ini , yang dipersiapkan oleh al- Jahsyiari, adalah karya
Persia klasik, Hazar Afsana (kisah
seribu), yang berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Kitab Afsana memberikan
jalan cerita dan kerangka serta penokohan pelaku utamanya, termasuk Syahrazad.
Istana Harun Al-Rosyid menjadi sumber
pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah romantic dalam jumlah besar.
Karakteristinya yang beragam telah mengilhami lahirnya ungkapan konyol para
kritikus sastra modern yang memndang seribu satu malam sebagi kisah
Persia yang dituturkan dengan cara Budha oleh ratu Esther kepada "Haroun
Al Rasyid" di Kairo selama abad ke-14 Masehi. Diterjemahkan pertama kali
dalam bahasa Prancis oleh Galland, kemudian buku ini diterjemahkan ke berbagai
bahasa Eropa dan Asia, serta menjadi sangat terkenal di Barat sebagai karya
sastra paling popular, bahkan jauh melebihi popularitasnya didunia Timur Islam
sendiri.
Dalam bidang puisi, karya-karya
syair pra-islam tentang kepahlawanan jahiliyyah menjadi acuan bagi para penulis
puisi pada masa masa Dinasti Abbasiayah, yang karya-karya tiruannya terhadap
ode klasik Jahiliyyah dipandang sebagai karya klasik oleh para penyair Abbasiyah. Sepanjang masa
seni Arab ini selalu menggemakan semangat gurun pasir. Selain puisi, hokum
terutama yang terkait dalam aturan perkawinan mungkin merupakan satu-satunya
bidang yang berhasil mempertaruhkan jiwa gurunnya. Pendukung paling awal dari
gaya baru penulisan puisi iniadalah Bassyysyar ibn Burddari Persia. Seorang
buta yang dihukum mati tahun 783 pada masa al –Mahdi, karena menurut beberapa
pihak, telah mengeluarkan ungkapan kasar dan tidak sopan kepada wazirnya. Namun
sebenarnya karena ia telah mengungkapkan pandangan rahasia kaum Zindik,
Zoroaster, atau Manikea. Pendukung lain madzab baru ini adalah Abu Nawas (w.
810), seorang keturunan separuh Persia, teman dekat Harun dan al-Amin, serta
penyair yang mampu menyusun lagu terbaik tentang cinta dan arak. Hingga saat
ini didunia Arab nama abu Nawas identic dengan badut. Puisi Ghazal karya abu
nawas, sebuah puisi pendek tentang cinta yang berkisar mulai dari lima hingga
lima belas bait, mengikuti model penyair Persia, yang mengembangkan model
penyair Persia yang mengembangkan model bai tersebut lama sebelum bangsa arab
mengenalnya .
Seorang sufi, Abu al-Atahiyah (748-828),
yang berprofesi sebagai pengrajin tembikar, mengungkapkan pandangan pesimistik
oleh orang –orang beragama. Tokoh keturunan suku Badui Anazahini melancarkan
perlawanan terhadap gaya hidup bangsa Baghdad yang mewah, dan meskipun Harun
memberinya santunan sebesar 50 ribu dirham pertahun, ia tetap mengenakan baju
sufi dan mengubah puisi-puisi keagamaan (zuhdiyat) yang menjadikannya bapak puisi keagamaan Arab.
Dari provinsi Suriah, Abu Tammam( w.845) dan abu al-Ala yang merupakan beberapa
penyair kelas satu yang paling terkenal pada masa itu. Abu Tammam adalah seorang penyair istana di
Baghdad. Ia mencapai popularitasnya berkat karyanya , Diwan dan kumpulan
tulisannya, Diwan al-Hamazah, yang
berisi tentang puisi-puisi pujian atas keberanian dimedan perang. Diwan ini
menyimpan pertama puisi Arab.
Dukungan yang diberikan oleh para
khalifah, wazir dan gubernur Dinasti Abbasiyah kepada para penyair yang mereka
pekerjakan untuk menulis dan membacakan pujian, tidak saja membuat ungkapan
pujian (madih) menjadi genre sastra yang paling disenangi , tapi telah
mendorong para penyair melakukan pelacuran sastra, dan pada akhirnya memunculkan
nuansa kemegahan palsu, dan kebohongan kosong yang sering dikatakan sebagai
unsure yang melekat dalam puisi Arab. Penulisan puisi dan sastra pada
masadinasti Abbasiyah dan masa-masa lainnya pada dasarnya bersifat subjektif
dan territorial, sarat dengan warna local, namun tidak mampu menembus batasan
tempat dan waktu sehingga tidak memperoleh tempat ditengah-tengah generasi
penyair dari setiap zaman dan tempat.
Kesimpulan
1.
Dinasti
Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan Umat Islam yang berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah wafat, yakni menyandarkan khilafah kepada
Rasulullah dan kerabatnya.
2.
Pemerintahan
Bani Abbasiyah berlangsung pada lima periode yaitu periode pertama disebut
periode pengaruh Persia, masa pengaruh Turki pertama, masa kekuasaan dinasti
Buwaih, masa pengaruh Turki kedua, dan masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain.
3.
Pada
masa Dinasti Abbasiyah terdapat kemajuan dalam bidang administrative, system
organisasi, pertanian,perdagangan, industry, keislaman, kedokteran , dan perkembangan
ilmu pengetahuan lainnya yang disertai dengan bermunculnya tokoh-tokoh ilmuwan
Islam.
4.
Kemunduran
Dinasti Abbasiyah ditandai dengan melemahnya kekuatan politik, dan menyempitnya
wilayah kekuasaan.
5.
Tujuan
syair mulai mengarah kepada hal-hal yang bersifat keindahan, kesenian, lelucon,
jenaka, senda gurau,untuk melampiaskan hawa nafsu, dan untuk rayuan serta
ejekan.
Daftar Pustaka
·
Hitti,
Philip K. 2014. History of The Arabs (terj). (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta).
·
Hamid,
Mas'an. 1995. Ilmu Arudl dan Qawafi. (Surabaya: Al-Ikhlas).
·
Abidin,
Zainal M. 2013. Sejarah Peradaban Islam. (Surabaya: InstitutAgama Islam
Negeri Sunan Ampel).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar