Jumat, 22 Januari 2016

pemerintahan Bani Abbasiyah


MAKALAH
Dinasti Abbasiyah dan Kemajuan Sastra pada Masa Dinasti Abbasiyah
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Geografi Budaya Arab




Dosen pengampu:
Lutfiyah Alindah,M.Hum, M.A
Disusun oleh:
Chozainul Muna          (A01214006)
Ilya Fahmi Rosyida     (A71214065)
Abdul Hamid              (A91214107)

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2014-2015



Pembahasan
A.    Dinasti Abbasiyah
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah berakhir, maka pemerintahan Islam digantikam oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Dan dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Dinasti ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah wafat, yaitu menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasulullah dan kerabatnya. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al- Abbas, nama lengkapnya Adalah Abdullah Al-saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas pada tahun  132 H (750M) sampai 656 H (1258 M). dinamakan pemerintahan bani Abbasiyah karena pendiri serta penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas yakni paman Nabi Muhammad. Dinasti ini terbentuk melalui revolusi yang dilakukan Abu Abbas as-Shaffah dengan dukungan kaum Mawali dan Syiah terhadap bani Umayyah dipusat Damaskus pada tahun 132H/750 M. masa pemerintahan Bani Abbas dibagi menjadi lima periode yaitu: pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama, kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M) disebut masa pengaruh Turki pertama , periode ketiga (334 H/945 M- 447 H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan bani Abbasiyah, periode keempat (447 H/1055 M- 590 H/1194 M) periode ini juga disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M) masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
1.      Periode Pertama
Dinasti Abbasiyah berlangsung pada 132 H (750M) sampai meninggalnya al- Watsiq yang berlangsung satu abad. Pada periode ini Bani Abbasiyah mengalami kemajuan dan mencapai masa keemasan. Namun pada saat orang-orang turki yang diberi kesempatan dalam pemerintah dan ketentaraan mulai mencoba mendominasi dan mempengaruhi kebijakan Khalifah, untuk menghindari hal itu al-Watsiq memindahkan pusat pemerintahan dari Baghdad ke Samarra. Cirri-ciri yang menonjol pada pemerintahan Bani abbasiyah periode Pertama antara lain :

1.      Pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat
2.      Dalam penyelenggaraan Negara terdapat jabatan Wazir yang membawahi kepala-kepala departemen
3.      Terbentuk ketentaraan propesional
4.      Lembaga pendidikan terbagi dua tingkat :
a.       Maktab/kuttab dan Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah , tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan , hitungan, tulisan, dan tempat para remaja belajar ilmu-ilmu agama .
b.      Tingkat pedalaman , yaitu para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya , pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu di bidangnya masing-masing, kebanyakan ilmu agama . dan pengajarannya berlangsung di masjid atau rumah ulama yang bersangkutan.
Yang kemudian berkembang menjadi perpustakaan atau Universitas. Factor- factor yang menyebabkan kemajuan pada Bani abbasiyah adalah terjadinya asimilasi antara bangadsa Arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain itu berpartisipasinya unsure-unsur non arab terutama bangsa Persia dalam pembinaan perdaban Islam yang mendatangkan kemajuan dalam banyak bidang. Tidak hanya itu kebijaksanaan dinasti Bani Abbasiyah yang lebih berorientasi kepada pembangunan peradaban pada perluasan kekuasaan wilayah.
2.      Periode Kedua
Diawali ketika AlMutawakkil menjadi khalifah abbasiyah. Sampai khalifah al Mukhtaqi. Ia dan para khalifah penggantinya sangat lemah sehingga orang-orang turki yang sebelumnya berda dalam unsure militer pada khalifah al Mu'tasim dapat mengambil alih kekusaan.masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki. Orang- orang turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan. Kekuasaan politik pada periode ini sangat buruk.
Factor factor prnyebab kemunduran daulat bani Abbasiyah pada periode ini antara lain :
1.      Para khalifah tidak mempunyai kekuatan dan kewibawaan
2.      Komunikasi lambat sedangkan daerah kekuasaan harus dikendalikan
3.      Ketergantungan terhadap militer sangat tinggi
4.      Kesulitan keuangan karena beban pembiyaan tentara sangat besar
5.      Munculnya beberapa pemberontakan
3.      Periode ketiga
Dinasti bani abbasiyah pada periode ini di dikuasai oleh dinasti Buwaihi.dan keadaanya lebih buruk dari periode sebelumnya. Karena dinasti Buwaihi ini menganut aliran Syiah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai pemerintah dan diberi gaji. Pusat pemerintahan islam pada periode ini tidak lagi di Baghdad. Teapi dipindahkan di Syiraz, tempat Ali bin Buwaihi ini berkuasa. Meskipun begitu ilmu pengetahuan tetap mengalami kemajuan pesat.bidang ekonomi, pertanian, dan pedaganganjuga mengalami kemajuan.
4.      Periode keempat
Periode ini ditandai oleh kekuasaan bani saljuk yang berhasil melumpuhkan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah juga membaik karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang syiah. Kekuasaan saljuk kemudian melemah setelah adanya konflik internal, sementara kekuasaan khalifah mulai kuat kembali, terutama di negeri Irak.
5.      Periode kelima
Pada periode ini mereka merdeka dan berkuasa di Baghdad sempitnya wilayah ini menunjukkan kelemahan politiknya pada masa inilah tentara mongol dating dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan kekuasaan Abbasiyah tanpa perlawanan berarti.













B.     Perkembangan Sastra dan Bidang Kesenian Aslinya
Pada masa khalifah Abbasiyah ini tujuan syair sudah mulai mengrah kepada hal-hal yang bersifat keindahan, kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau dan bersenang-senang untuk melampiaskan hawa nafsu, disamping itu masih berkisar juga untuk rayuan dan ejekan. Dengan demikian maka pada zaman ini mulai ada perpaduan antara syiir Arab klasik dengan syi'ir Arab modern, sehingga makna yang terkandung terkesan halus dan khayalnya sangat indah. Pada masa-masa awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah, terjadi perkembangan menarik ditengah masyarakat yang ditaklukkan terutama di Persia. Terdapat gerakan bernama Syu'ubiyah (nasionalisme), dan bertujuan menanamkan rasa persaudaraan dan persamaan diantara semua orang Islam. Bentuk gerakan Syu'ubiyah secara umum adalah perlawanan sastra. Gerakan ini mengolok-olok klaim orang Arab tentang superioritas intelektual mereka dan mengeklaim superioritas orang non Arab dalam bidang puisi dan sastra. Gerakan sastra non-Arab dipimpin oleh para tokoh seperti Al-Biruni, dan Hamzah Al-Ishfani,  sementara kelompok Arab diwakili oleh beberapa tokoh Arab sendiri, dan beberapa tokoh Persia, seperti  al-Jahiz, Ibn Durayd, Ibn Qutaibah  dan  Al-Baladhuri. Dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan kontroversi ali tulah muncul beberapa tulisan orisinil paling awal tentang sastra Arab.
Penulis karya sastra Arab adalah orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan mewakili monument sebuah peradaban, bukan semata monument sebuah bangsa sastra Arab dalam pengertian yang sempit, adab (belles-letters), mulai dikembangkan oleh al-Jahiz (w. 868-869), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai puncaknya pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah melalui karya-karya  Badi' Al-Zaman al-Hamadzani (969-1008), al-Tsa'labi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri (1054-1122). Salah satu cirri khas penulisan prosa pada masa itu adalah kecenderungan respon atas pengaruh Persia untuk menggunakan ungkapan-ungkapan Hiperbolik dan bersayap. Masa tersebut ditandai dengan Humanism dalam kajian ilmiah. Dari sisi Intelektual.Fenomena itu menandai masa kemunduran dalam tradisi sastra. Masa ini menyuburkan kaum proletar sastra., yang para anggotanya, karena tidak memiliki mata pencaharian yang tetap, tapi mengelana dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan keuntungan material dari orang-orang kaya. Masa ini juga menyaksikan bentuk baru sastra , yaitu maqamah.
Badi' al-Zaman al-Hamdzani dikenal sebagai pencipta maqamah, sejenis anekdot dramatis yang subtansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman dan kefasihan berbicaranya. Anekdot itu sering digunakan sebagai cara yang samar dan tidak langsung untuk mengkritik tatanan social yang ada dan menyampaikan sebuah pesan moral. Pada masa ini menjadi bentuk sastra paling sempurna dan karya tulis bernuansa drama dalam bahasa arab. Kisah-kisah berbahasa Spanyol dan Italia yang bernuansa realis atau kepahlawanan memperlihatkan kedekatan yang jelas dengan maqamah arab.
Sebelum maqamah muncul, sastra Arab menyaksikan kemunculan sejarawan sastra arab terbesar, Abu al- Faraj al-Ishfahani, (897-967). Abu al-Faraj tinggal di Allepo, tempat ia menyelesaikan kitabnya.,  Al-Aghani, (buku nyanyian) yang merupakan sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga dan sumber utama untuk mengkaji peradaban islam. Pada masa ini tidak lama sebelum pertengahan abad ke-10 draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal dengan Alf Laylahwalayah (seribu satu malam )disusun di Irak. Acuan utama penulisan draf ini , yang dipersiapkan oleh al- Jahsyiari, adalah karya Persia klasik, Hazar Afsana  (kisah seribu), yang berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Kitab Afsana memberikan jalan cerita dan kerangka serta penokohan pelaku utamanya, termasuk Syahrazad. Istana Harun Al-Rosyid  menjadi sumber pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah romantic dalam jumlah besar. Karakteristinya yang beragam telah mengilhami lahirnya ungkapan konyol para kritikus sastra modern yang memndang seribu satu malam sebagi kisah Persia yang dituturkan dengan cara Budha oleh ratu Esther kepada "Haroun Al Rasyid" di Kairo selama abad ke-14 Masehi. Diterjemahkan pertama kali dalam bahasa Prancis oleh Galland, kemudian buku ini diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa dan Asia, serta menjadi sangat terkenal di Barat sebagai karya sastra paling popular, bahkan jauh melebihi popularitasnya didunia Timur Islam sendiri.
Dalam bidang puisi, karya-karya syair pra-islam tentang kepahlawanan jahiliyyah menjadi acuan bagi para penulis puisi pada masa masa Dinasti Abbasiayah, yang karya-karya tiruannya terhadap ode klasik Jahiliyyah dipandang sebagai karya klasik  oleh para penyair Abbasiyah. Sepanjang masa seni Arab ini selalu menggemakan semangat gurun pasir. Selain puisi, hokum terutama yang terkait dalam aturan perkawinan mungkin merupakan satu-satunya bidang yang berhasil mempertaruhkan jiwa gurunnya. Pendukung paling awal dari gaya baru penulisan puisi iniadalah Bassyysyar ibn Burddari Persia. Seorang buta yang dihukum mati tahun 783 pada masa al –Mahdi, karena menurut beberapa pihak, telah mengeluarkan ungkapan kasar dan tidak sopan kepada wazirnya. Namun sebenarnya karena ia telah mengungkapkan pandangan rahasia kaum Zindik, Zoroaster, atau Manikea. Pendukung lain madzab baru ini adalah Abu Nawas (w. 810), seorang keturunan separuh Persia, teman dekat Harun dan al-Amin, serta penyair yang mampu menyusun lagu terbaik tentang cinta dan arak. Hingga saat ini didunia Arab nama abu Nawas identic dengan badut. Puisi Ghazal karya abu nawas, sebuah puisi pendek tentang cinta yang berkisar mulai dari lima hingga lima belas bait, mengikuti model penyair Persia, yang mengembangkan model penyair Persia yang mengembangkan model bai tersebut lama sebelum bangsa arab mengenalnya .
Seorang sufi, Abu al-Atahiyah (748-828), yang berprofesi sebagai pengrajin tembikar, mengungkapkan pandangan pesimistik oleh orang –orang beragama. Tokoh keturunan suku Badui Anazahini melancarkan perlawanan terhadap gaya hidup bangsa Baghdad yang mewah, dan meskipun Harun memberinya santunan sebesar 50 ribu dirham pertahun, ia tetap mengenakan baju sufi dan mengubah puisi-puisi keagamaan (zuhdiyat)  yang menjadikannya bapak puisi keagamaan Arab. Dari provinsi Suriah, Abu Tammam( w.845) dan abu al-Ala yang merupakan beberapa penyair kelas satu yang paling terkenal pada masa itu.  Abu Tammam adalah seorang penyair istana di Baghdad. Ia mencapai popularitasnya berkat karyanya , Diwan dan kumpulan tulisannya,  Diwan al-Hamazah, yang berisi tentang puisi-puisi pujian atas keberanian dimedan perang. Diwan ini menyimpan pertama puisi Arab.
Dukungan yang diberikan oleh para khalifah, wazir dan gubernur Dinasti Abbasiyah kepada para penyair yang mereka pekerjakan untuk menulis dan membacakan pujian, tidak saja membuat ungkapan pujian (madih) menjadi genre sastra yang paling disenangi , tapi telah mendorong para penyair melakukan pelacuran sastra, dan pada akhirnya memunculkan nuansa kemegahan palsu, dan kebohongan kosong yang sering dikatakan sebagai unsure yang melekat dalam puisi Arab. Penulisan puisi dan sastra pada masadinasti Abbasiyah dan masa-masa lainnya pada dasarnya bersifat subjektif dan territorial, sarat dengan warna local, namun tidak mampu menembus batasan tempat dan waktu sehingga tidak memperoleh tempat ditengah-tengah generasi penyair dari setiap zaman dan tempat.   



























Kesimpulan
1.      Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan Umat Islam  yang berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah  wafat, yakni menyandarkan khilafah kepada Rasulullah dan kerabatnya.
2.      Pemerintahan Bani Abbasiyah berlangsung pada lima periode yaitu periode pertama disebut periode pengaruh Persia, masa pengaruh Turki pertama, masa kekuasaan dinasti Buwaih, masa pengaruh Turki kedua, dan masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain.
3.      Pada masa Dinasti Abbasiyah terdapat kemajuan dalam bidang administrative, system organisasi, pertanian,perdagangan, industry, keislaman, kedokteran , dan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya yang disertai dengan bermunculnya tokoh-tokoh ilmuwan Islam.
4.      Kemunduran Dinasti Abbasiyah ditandai dengan melemahnya kekuatan politik, dan menyempitnya wilayah kekuasaan.
5.      Tujuan syair mulai mengarah kepada hal-hal yang bersifat keindahan, kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau,untuk melampiaskan hawa nafsu, dan untuk rayuan serta ejekan.










Daftar Pustaka
·         Hitti, Philip K. 2014. History of The Arabs (terj). (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta).
·         Hamid, Mas'an. 1995. Ilmu Arudl dan Qawafi. (Surabaya: Al-Ikhlas).
·         Abidin, Zainal M. 2013. Sejarah Peradaban Islam. (Surabaya: InstitutAgama Islam Negeri Sunan Ampel).

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar