Jumat, 22 Januari 2016

fungsi Hadits ditinjau dari Sanad dan Matan

Fungsi hadits ditinjau dari sanad dan matan
Dengan berkembangnya penulisan Hadits, maka muncullah metode studi Hadits untuk mengetahui atau mendeteksi validitas sebuah Hadits. Ulum Al-Hadits merupakan ilmu yang mengkaji secara lengkap mengenai metode pelacakan Hadits. Metode yang umum digunakan dalam studi Hadits adalah melalui penilaian terhadap sanad (perawi hadits) dan matan (teks  hadits).
Sanad adalah mu'tamad (sandaran) ,tempat berpegang yang dipercaya/sah.secara terminologis sanad adalah silsilah orang yang menghubungkan kepada matan Hadits. Yakni silsilah orang-orang yang menyampaikan materi Hadits,baik berupa perkataan, perbuatan, serta keputusan. Dalam ilmu Hadits sanad merupakan alat untuk menimbanng shahih atau tidaknya suatu Hadits.
Diantaranya syarat sahnya sebuah sanad adalah :
1.      Persambungan sanad para perawi .
2.      Keadilan perawi.
3.      Tingkat kemampuan perawi dalam memelihara Hadits (dhabit ).
4.      Terhindar dari syad.
5.      Terhindar dari illat .
Matan adalah materi atau lafadz Hadits itu sendiri. Dalam studi ulum al Hadits, matan hadits bukanlah sebuah narasi yang berbicara dalam ruang hampa sejarah , melainkan berada ditengah sekian banyak variable serta gagasan yang tersembunyi dibalik sebuah teks atau matan yang harus dipertimbangkan ketika seseorang ingin memahami makna sebuah hadits. Jika tidak, akan melahirkan kesalahpahaman penafsiran.
Hadits secara etimologis berarti ceritaatau penuturan .rawi adalah orang yang menyampaikan apa-apa yang pernah di dengar dari seseorang gurunya. Maka metode yang sering digunakan dalam meneliti hadits adalah kritik sanad dan matan. Masalah yang muncul dalam menggunakan hadits sebagai landasan teks adalah ketika hadits itu dinilai tidak valid atau lemah (dha'if) dari sisi sanadnya. Sebagian umat islam, menerima hadits lemah dari sisi sanad untuk dijadikan sebagai landasan normative dari suatu praktik keagamaan selama tidak bertentangan dengan al-qur'an.sementara sebagian umat islam lainnya tidak menerimanya.
Husyn Haykal , sarjana muslim dari mesir , mengatakan bahwa ulama hadits yang mengklasifikasi hadits menjadi shahih (valid) dan dha'if (lemah ) yang selama ini berfokus pada sanad tidaklah cukup dijadikan sebagai standar baku.Haykal lebih memilih kesesuaian hadits dengan al-quran menjadi standar pilihannya yang berarti lebih bersandar pada matan dari pada sanad. Menurut Haykal, suatu riwayat yang diyakini dari nabi, harus dikembalikan kepada alquran. Jika sesuai dengan al-quran , maka riwayat itu benar dari nabi, tetapi jika bertentangan , maka bukan dari nabi. Dalam mengemukakan , Haykal merujuk pada pendapat Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa suatu hadits tidak dapat disebut valid  jika bertentangan dengan ungkapan alquran meskipun ia teruji dari sisi sanadnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar