Fungsi hadits ditinjau dari sanad
dan matan
Dengan berkembangnya penulisan
Hadits, maka muncullah metode studi Hadits untuk mengetahui atau mendeteksi
validitas sebuah Hadits. Ulum Al-Hadits merupakan ilmu yang mengkaji
secara lengkap mengenai metode pelacakan Hadits. Metode yang umum digunakan
dalam studi Hadits adalah melalui penilaian terhadap sanad (perawi
hadits) dan matan (teks hadits).
Sanad adalah mu'tamad (sandaran) ,tempat berpegang yang
dipercaya/sah.secara terminologis sanad adalah silsilah orang yang
menghubungkan kepada matan Hadits. Yakni silsilah orang-orang yang menyampaikan
materi Hadits,baik berupa perkataan, perbuatan, serta keputusan. Dalam ilmu
Hadits sanad merupakan alat untuk menimbanng shahih atau tidaknya suatu Hadits.
Diantaranya syarat sahnya sebuah
sanad adalah :
1.
Persambungan
sanad para perawi .
2.
Keadilan
perawi.
3.
Tingkat
kemampuan perawi dalam memelihara Hadits (dhabit ).
4.
Terhindar
dari syad.
5.
Terhindar
dari illat .
Matan adalah materi atau lafadz
Hadits itu sendiri. Dalam studi ulum al Hadits, matan hadits bukanlah sebuah
narasi yang berbicara dalam ruang hampa sejarah , melainkan berada ditengah
sekian banyak variable serta gagasan yang tersembunyi dibalik sebuah teks atau
matan yang harus dipertimbangkan ketika seseorang ingin memahami makna sebuah
hadits. Jika tidak, akan melahirkan kesalahpahaman penafsiran.
Hadits secara etimologis berarti
ceritaatau penuturan .rawi adalah orang yang menyampaikan apa-apa yang pernah
di dengar dari seseorang gurunya. Maka metode yang sering digunakan dalam
meneliti hadits adalah kritik sanad dan matan. Masalah yang muncul dalam
menggunakan hadits sebagai landasan teks adalah ketika hadits itu dinilai tidak
valid atau lemah (dha'if) dari sisi sanadnya. Sebagian umat islam, menerima
hadits lemah dari sisi sanad untuk dijadikan sebagai landasan normative dari
suatu praktik keagamaan selama tidak bertentangan dengan al-qur'an.sementara
sebagian umat islam lainnya tidak menerimanya.
Husyn Haykal , sarjana muslim dari
mesir , mengatakan bahwa ulama hadits yang mengklasifikasi hadits menjadi
shahih (valid) dan dha'if (lemah ) yang selama ini berfokus pada sanad tidaklah
cukup dijadikan sebagai standar baku.Haykal lebih memilih kesesuaian hadits
dengan al-quran menjadi standar pilihannya yang berarti lebih bersandar pada
matan dari pada sanad. Menurut Haykal, suatu riwayat yang diyakini dari nabi,
harus dikembalikan kepada alquran. Jika sesuai dengan al-quran , maka riwayat
itu benar dari nabi, tetapi jika bertentangan , maka bukan dari nabi. Dalam mengemukakan
, Haykal merujuk pada pendapat Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa suatu hadits
tidak dapat disebut valid jika
bertentangan dengan ungkapan alquran meskipun ia teruji dari sisi sanadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar