Sabtu, 23 Januari 2016
Jumat, 22 Januari 2016
fungsi Hadits ditinjau dari Sanad dan Matan
Fungsi hadits ditinjau dari sanad
dan matan
Dengan berkembangnya penulisan
Hadits, maka muncullah metode studi Hadits untuk mengetahui atau mendeteksi
validitas sebuah Hadits. Ulum Al-Hadits merupakan ilmu yang mengkaji
secara lengkap mengenai metode pelacakan Hadits. Metode yang umum digunakan
dalam studi Hadits adalah melalui penilaian terhadap sanad (perawi
hadits) dan matan (teks hadits).
Sanad adalah mu'tamad (sandaran) ,tempat berpegang yang
dipercaya/sah.secara terminologis sanad adalah silsilah orang yang
menghubungkan kepada matan Hadits. Yakni silsilah orang-orang yang menyampaikan
materi Hadits,baik berupa perkataan, perbuatan, serta keputusan. Dalam ilmu
Hadits sanad merupakan alat untuk menimbanng shahih atau tidaknya suatu Hadits.
Diantaranya syarat sahnya sebuah
sanad adalah :
1.
Persambungan
sanad para perawi .
2.
Keadilan
perawi.
3.
Tingkat
kemampuan perawi dalam memelihara Hadits (dhabit ).
4.
Terhindar
dari syad.
5.
Terhindar
dari illat .
Matan adalah materi atau lafadz
Hadits itu sendiri. Dalam studi ulum al Hadits, matan hadits bukanlah sebuah
narasi yang berbicara dalam ruang hampa sejarah , melainkan berada ditengah
sekian banyak variable serta gagasan yang tersembunyi dibalik sebuah teks atau
matan yang harus dipertimbangkan ketika seseorang ingin memahami makna sebuah
hadits. Jika tidak, akan melahirkan kesalahpahaman penafsiran.
Hadits secara etimologis berarti
ceritaatau penuturan .rawi adalah orang yang menyampaikan apa-apa yang pernah
di dengar dari seseorang gurunya. Maka metode yang sering digunakan dalam
meneliti hadits adalah kritik sanad dan matan. Masalah yang muncul dalam
menggunakan hadits sebagai landasan teks adalah ketika hadits itu dinilai tidak
valid atau lemah (dha'if) dari sisi sanadnya. Sebagian umat islam, menerima
hadits lemah dari sisi sanad untuk dijadikan sebagai landasan normative dari
suatu praktik keagamaan selama tidak bertentangan dengan al-qur'an.sementara
sebagian umat islam lainnya tidak menerimanya.
Husyn Haykal , sarjana muslim dari
mesir , mengatakan bahwa ulama hadits yang mengklasifikasi hadits menjadi
shahih (valid) dan dha'if (lemah ) yang selama ini berfokus pada sanad tidaklah
cukup dijadikan sebagai standar baku.Haykal lebih memilih kesesuaian hadits
dengan al-quran menjadi standar pilihannya yang berarti lebih bersandar pada
matan dari pada sanad. Menurut Haykal, suatu riwayat yang diyakini dari nabi,
harus dikembalikan kepada alquran. Jika sesuai dengan al-quran , maka riwayat
itu benar dari nabi, tetapi jika bertentangan , maka bukan dari nabi. Dalam mengemukakan
, Haykal merujuk pada pendapat Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa suatu hadits
tidak dapat disebut valid jika
bertentangan dengan ungkapan alquran meskipun ia teruji dari sisi sanadnya.
pemerintahan Bani Abbasiyah
MAKALAH
Dinasti
Abbasiyah dan Kemajuan Sastra pada Masa Dinasti Abbasiyah
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Geografi Budaya Arab
Dosen pengampu:
Lutfiyah Alindah,M.Hum, M.A
Disusun oleh:
Chozainul Muna (A01214006)
Ilya Fahmi Rosyida (A71214065)
Abdul Hamid (A91214107)
PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
TAHUN 2014-2015
Pembahasan
A.
Dinasti Abbasiyah
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah
berakhir, maka pemerintahan Islam digantikam oleh pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dan dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah
pemerintahan umat Islam. Dinasti ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah wafat, yaitu
menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasulullah dan kerabatnya. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abu al- Abbas, nama lengkapnya Adalah Abdullah
Al-saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas pada tahun 132 H (750M) sampai 656 H (1258 M). dinamakan
pemerintahan bani Abbasiyah karena pendiri serta penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas yakni paman Nabi Muhammad. Dinasti ini terbentuk melalui
revolusi yang dilakukan Abu Abbas as-Shaffah dengan dukungan kaum Mawali dan
Syiah terhadap bani Umayyah dipusat Damaskus pada tahun 132H/750 M. masa
pemerintahan Bani Abbas dibagi menjadi lima periode yaitu: pertama (132 H/750 M
– 232 H/847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama, kedua (232 H/847 M- 334
H/945 M) disebut masa pengaruh Turki pertama , periode ketiga (334 H/945 M- 447
H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan bani Abbasiyah,
periode keempat (447 H/1055 M- 590 H/1194 M) periode ini juga disebut masa
pengaruh Turki kedua, dan periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M) masa
khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif
disekitar kota Baghdad.
1.
Periode Pertama
Dinasti Abbasiyah berlangsung pada 132 H (750M) sampai meninggalnya
al- Watsiq yang berlangsung satu abad. Pada periode ini Bani Abbasiyah
mengalami kemajuan dan mencapai masa keemasan. Namun pada saat orang-orang
turki yang diberi kesempatan dalam pemerintah dan ketentaraan mulai mencoba
mendominasi dan mempengaruhi kebijakan Khalifah, untuk menghindari hal itu
al-Watsiq memindahkan pusat pemerintahan dari Baghdad ke Samarra. Cirri-ciri
yang menonjol pada pemerintahan Bani abbasiyah periode Pertama antara lain :
1.
Pengaruh
kebudayaan Persia sangat kuat
2.
Dalam
penyelenggaraan Negara terdapat jabatan Wazir yang membawahi kepala-kepala
departemen
3.
Terbentuk
ketentaraan propesional
4.
Lembaga
pendidikan terbagi dua tingkat :
a.
Maktab/kuttab
dan Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah , tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan , hitungan, tulisan, dan tempat para remaja belajar
ilmu-ilmu agama .
b.
Tingkat
pedalaman , yaitu para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya , pergi keluar
daerah untuk menuntut ilmu di bidangnya masing-masing, kebanyakan ilmu agama .
dan pengajarannya berlangsung di masjid atau rumah ulama yang bersangkutan.
Yang kemudian berkembang menjadi perpustakaan atau Universitas.
Factor- factor yang menyebabkan kemajuan pada Bani abbasiyah adalah terjadinya
asimilasi antara bangadsa Arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain itu berpartisipasinya
unsure-unsur non arab terutama bangsa Persia dalam pembinaan perdaban Islam
yang mendatangkan kemajuan dalam banyak bidang. Tidak hanya itu kebijaksanaan
dinasti Bani Abbasiyah yang lebih berorientasi kepada pembangunan peradaban
pada perluasan kekuasaan wilayah.
2.
Periode Kedua
Diawali ketika AlMutawakkil menjadi khalifah abbasiyah. Sampai
khalifah al Mukhtaqi. Ia dan para khalifah penggantinya sangat lemah sehingga
orang-orang turki yang sebelumnya berda dalam unsure militer pada khalifah al
Mu'tasim dapat mengambil alih kekusaan.masa ini ditandai dengan bangkitnya
pengaruh Turki. Orang- orang turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan.
Kekuasaan politik pada periode ini sangat buruk.
Factor factor prnyebab kemunduran daulat bani Abbasiyah pada
periode ini antara lain :
1.
Para
khalifah tidak mempunyai kekuatan dan kewibawaan
2.
Komunikasi
lambat sedangkan daerah kekuasaan harus dikendalikan
3.
Ketergantungan
terhadap militer sangat tinggi
4.
Kesulitan
keuangan karena beban pembiyaan tentara sangat besar
5.
Munculnya
beberapa pemberontakan
3.
Periode ketiga
Dinasti bani abbasiyah pada periode ini di dikuasai oleh dinasti
Buwaihi.dan keadaanya lebih buruk dari periode sebelumnya. Karena dinasti
Buwaihi ini menganut aliran Syiah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai
pemerintah dan diberi gaji. Pusat pemerintahan islam pada periode ini tidak
lagi di Baghdad. Teapi dipindahkan di Syiraz, tempat Ali bin Buwaihi ini
berkuasa. Meskipun begitu ilmu pengetahuan tetap mengalami kemajuan pesat.bidang
ekonomi, pertanian, dan pedaganganjuga mengalami kemajuan.
4.
Periode keempat
Periode ini ditandai oleh kekuasaan bani saljuk yang berhasil
melumpuhkan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah juga membaik karena kewibawaannya
dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang
syiah. Kekuasaan saljuk kemudian melemah setelah adanya konflik internal,
sementara kekuasaan khalifah mulai kuat kembali, terutama di negeri Irak.
5.
Periode kelima
Pada periode ini mereka merdeka dan berkuasa di Baghdad sempitnya
wilayah ini menunjukkan kelemahan politiknya pada masa inilah tentara mongol
dating dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan kekuasaan Abbasiyah
tanpa perlawanan berarti.
B.
Perkembangan Sastra dan Bidang Kesenian Aslinya
Pada masa khalifah Abbasiyah ini
tujuan syair sudah mulai mengrah kepada hal-hal yang bersifat keindahan,
kesenian, lelucon, jenaka, senda gurau dan bersenang-senang untuk melampiaskan
hawa nafsu, disamping itu masih berkisar juga untuk rayuan dan ejekan. Dengan
demikian maka pada zaman ini mulai ada perpaduan antara syiir Arab klasik
dengan syi'ir Arab modern, sehingga makna yang terkandung terkesan halus dan
khayalnya sangat indah. Pada masa-masa awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah,
terjadi perkembangan menarik ditengah masyarakat yang ditaklukkan terutama di
Persia. Terdapat gerakan bernama Syu'ubiyah (nasionalisme), dan bertujuan
menanamkan rasa persaudaraan dan persamaan diantara semua orang Islam. Bentuk
gerakan Syu'ubiyah secara umum adalah perlawanan sastra. Gerakan ini
mengolok-olok klaim orang Arab tentang superioritas intelektual mereka dan
mengeklaim superioritas orang non Arab dalam bidang puisi dan sastra. Gerakan
sastra non-Arab dipimpin oleh para tokoh seperti Al-Biruni, dan Hamzah
Al-Ishfani, sementara kelompok Arab
diwakili oleh beberapa tokoh Arab sendiri, dan beberapa tokoh Persia, seperti al-Jahiz, Ibn Durayd, Ibn Qutaibah dan Al-Baladhuri. Dalam kaitannya dengan
persoalan-persoalan kontroversi ali tulah muncul beberapa tulisan orisinil
paling awal tentang sastra Arab.
Penulis karya sastra Arab adalah
orang yang berasal dari berbagai etnis, dan secara keseluruhan mewakili
monument sebuah peradaban, bukan semata monument sebuah bangsa sastra Arab
dalam pengertian yang sempit, adab (belles-letters), mulai dikembangkan
oleh al-Jahiz (w. 868-869), guru para sastrawan Baghdad, dan mencapai puncaknya
pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah melalui karya-karya Badi' Al-Zaman al-Hamadzani (969-1008),
al-Tsa'labi dari Naisabur (961-1038), dan al-Hariri (1054-1122). Salah satu
cirri khas penulisan prosa pada masa itu adalah kecenderungan respon atas
pengaruh Persia untuk menggunakan ungkapan-ungkapan Hiperbolik dan bersayap.
Masa tersebut ditandai dengan Humanism dalam kajian ilmiah. Dari sisi
Intelektual.Fenomena itu menandai masa kemunduran dalam tradisi sastra. Masa
ini menyuburkan kaum proletar sastra., yang para anggotanya, karena tidak
memiliki mata pencaharian yang tetap, tapi mengelana dari suatu tempat ke
tempat yang lain untuk mendapatkan keuntungan material dari orang-orang kaya.
Masa ini juga menyaksikan bentuk baru sastra , yaitu maqamah.
Badi' al-Zaman al-Hamdzani dikenal
sebagai pencipta maqamah, sejenis anekdot dramatis yang subtansinya berusaha
dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman dan
kefasihan berbicaranya. Anekdot itu sering digunakan sebagai cara yang samar
dan tidak langsung untuk mengkritik tatanan social yang ada dan menyampaikan
sebuah pesan moral. Pada masa ini menjadi bentuk sastra paling sempurna dan
karya tulis bernuansa drama dalam bahasa arab. Kisah-kisah berbahasa Spanyol
dan Italia yang bernuansa realis atau kepahlawanan memperlihatkan kedekatan
yang jelas dengan maqamah arab.
Sebelum maqamah muncul, sastra Arab
menyaksikan kemunculan sejarawan sastra arab terbesar, Abu al- Faraj
al-Ishfahani, (897-967). Abu al-Faraj tinggal di Allepo, tempat ia
menyelesaikan kitabnya., Al-Aghani, (buku
nyanyian) yang merupakan sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga dan
sumber utama untuk mengkaji peradaban islam. Pada masa ini tidak lama sebelum
pertengahan abad ke-10 draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal
dengan Alf Laylahwalayah (seribu satu malam )disusun di Irak. Acuan
utama penulisan draf ini , yang dipersiapkan oleh al- Jahsyiari, adalah karya
Persia klasik, Hazar Afsana (kisah
seribu), yang berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Kitab Afsana memberikan
jalan cerita dan kerangka serta penokohan pelaku utamanya, termasuk Syahrazad.
Istana Harun Al-Rosyid menjadi sumber
pengambilan berbagai anekdot lucu dan kisah romantic dalam jumlah besar.
Karakteristinya yang beragam telah mengilhami lahirnya ungkapan konyol para
kritikus sastra modern yang memndang seribu satu malam sebagi kisah
Persia yang dituturkan dengan cara Budha oleh ratu Esther kepada "Haroun
Al Rasyid" di Kairo selama abad ke-14 Masehi. Diterjemahkan pertama kali
dalam bahasa Prancis oleh Galland, kemudian buku ini diterjemahkan ke berbagai
bahasa Eropa dan Asia, serta menjadi sangat terkenal di Barat sebagai karya
sastra paling popular, bahkan jauh melebihi popularitasnya didunia Timur Islam
sendiri.
Dalam bidang puisi, karya-karya
syair pra-islam tentang kepahlawanan jahiliyyah menjadi acuan bagi para penulis
puisi pada masa masa Dinasti Abbasiayah, yang karya-karya tiruannya terhadap
ode klasik Jahiliyyah dipandang sebagai karya klasik oleh para penyair Abbasiyah. Sepanjang masa
seni Arab ini selalu menggemakan semangat gurun pasir. Selain puisi, hokum
terutama yang terkait dalam aturan perkawinan mungkin merupakan satu-satunya
bidang yang berhasil mempertaruhkan jiwa gurunnya. Pendukung paling awal dari
gaya baru penulisan puisi iniadalah Bassyysyar ibn Burddari Persia. Seorang
buta yang dihukum mati tahun 783 pada masa al –Mahdi, karena menurut beberapa
pihak, telah mengeluarkan ungkapan kasar dan tidak sopan kepada wazirnya. Namun
sebenarnya karena ia telah mengungkapkan pandangan rahasia kaum Zindik,
Zoroaster, atau Manikea. Pendukung lain madzab baru ini adalah Abu Nawas (w.
810), seorang keturunan separuh Persia, teman dekat Harun dan al-Amin, serta
penyair yang mampu menyusun lagu terbaik tentang cinta dan arak. Hingga saat
ini didunia Arab nama abu Nawas identic dengan badut. Puisi Ghazal karya abu
nawas, sebuah puisi pendek tentang cinta yang berkisar mulai dari lima hingga
lima belas bait, mengikuti model penyair Persia, yang mengembangkan model
penyair Persia yang mengembangkan model bai tersebut lama sebelum bangsa arab
mengenalnya .
Seorang sufi, Abu al-Atahiyah (748-828),
yang berprofesi sebagai pengrajin tembikar, mengungkapkan pandangan pesimistik
oleh orang –orang beragama. Tokoh keturunan suku Badui Anazahini melancarkan
perlawanan terhadap gaya hidup bangsa Baghdad yang mewah, dan meskipun Harun
memberinya santunan sebesar 50 ribu dirham pertahun, ia tetap mengenakan baju
sufi dan mengubah puisi-puisi keagamaan (zuhdiyat) yang menjadikannya bapak puisi keagamaan Arab.
Dari provinsi Suriah, Abu Tammam( w.845) dan abu al-Ala yang merupakan beberapa
penyair kelas satu yang paling terkenal pada masa itu. Abu Tammam adalah seorang penyair istana di
Baghdad. Ia mencapai popularitasnya berkat karyanya , Diwan dan kumpulan
tulisannya, Diwan al-Hamazah, yang
berisi tentang puisi-puisi pujian atas keberanian dimedan perang. Diwan ini
menyimpan pertama puisi Arab.
Dukungan yang diberikan oleh para
khalifah, wazir dan gubernur Dinasti Abbasiyah kepada para penyair yang mereka
pekerjakan untuk menulis dan membacakan pujian, tidak saja membuat ungkapan
pujian (madih) menjadi genre sastra yang paling disenangi , tapi telah
mendorong para penyair melakukan pelacuran sastra, dan pada akhirnya memunculkan
nuansa kemegahan palsu, dan kebohongan kosong yang sering dikatakan sebagai
unsure yang melekat dalam puisi Arab. Penulisan puisi dan sastra pada
masadinasti Abbasiyah dan masa-masa lainnya pada dasarnya bersifat subjektif
dan territorial, sarat dengan warna local, namun tidak mampu menembus batasan
tempat dan waktu sehingga tidak memperoleh tempat ditengah-tengah generasi
penyair dari setiap zaman dan tempat.
Kesimpulan
1.
Dinasti
Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan Umat Islam yang berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah Rasulullah wafat, yakni menyandarkan khilafah kepada
Rasulullah dan kerabatnya.
2.
Pemerintahan
Bani Abbasiyah berlangsung pada lima periode yaitu periode pertama disebut
periode pengaruh Persia, masa pengaruh Turki pertama, masa kekuasaan dinasti
Buwaih, masa pengaruh Turki kedua, dan masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain.
3.
Pada
masa Dinasti Abbasiyah terdapat kemajuan dalam bidang administrative, system
organisasi, pertanian,perdagangan, industry, keislaman, kedokteran , dan perkembangan
ilmu pengetahuan lainnya yang disertai dengan bermunculnya tokoh-tokoh ilmuwan
Islam.
4.
Kemunduran
Dinasti Abbasiyah ditandai dengan melemahnya kekuatan politik, dan menyempitnya
wilayah kekuasaan.
5.
Tujuan
syair mulai mengarah kepada hal-hal yang bersifat keindahan, kesenian, lelucon,
jenaka, senda gurau,untuk melampiaskan hawa nafsu, dan untuk rayuan serta
ejekan.
Daftar Pustaka
·
Hitti,
Philip K. 2014. History of The Arabs (terj). (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta).
·
Hamid,
Mas'an. 1995. Ilmu Arudl dan Qawafi. (Surabaya: Al-Ikhlas).
·
Abidin,
Zainal M. 2013. Sejarah Peradaban Islam. (Surabaya: InstitutAgama Islam
Negeri Sunan Ampel).
Khobar Mubtada
MAKALAH
خبر مبتدأ
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Nahwu
2
![]() |
Dosen Pengampuh
Abdur Rohman, MA
Oleh:
Chozainul Muna (A01214006)
PRODI BAHASA DAN
SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN
HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAH UN 2014-2015
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Khobar dan Pembagiannya
والخبر هو الجزء الذي تتم به الفائدة
مع مبتداء وهو قسمان مفرد وغير مفرد
Khobar adalah bagian yang melengkapi faedah (kalam) beserta mubtada (menyempurnakan
mubtada). Khobar ada dua macam, yaitu khobar yang berbentuk mufrod
dan khobar yang berbentuk ghoiru mufrod.
1.
Khobar Mufrod
Yang dimaksud khobar
mufrod adalah khobar yang bukan berupa kalimah jumlah dan bukan pula
yang serupa dengan jumlah. Contohnya adalah seperti berikut.
زيد قائم :
Zaid berdiri
الزّيدان قائمان : kedua
Zaid itu berdiri
الزّيدون قائمون : Zaid-Zaid
itu semuanya berdiri
2.
Khobar Ghoiru Mufrod
a.
Jumlah Ismiyyah
Khobar ghoiru
mufrod adakalanya berbentuk jumlah
ismiyyah. Jumlah ismiyah merupakan gabungan dari mubtada
kedua, berikut khabar yang menjadi khabar dari mubtada
pertama. Contoh:
زيد
جاريته ذاهبة
Artinya : Zaid
hamba perempuannya pergi.
Lafazh زيد
berkedudukan sebagai mubtada pertama. Dan lafazh جاريته
berkedudukan sebagai mubtada
kedua , sedangkan lafazh ذاهبة merupakan khobar bagi mubtada
kedua. Mubtada yang kedua dan khobarnya adalah jumlah ismiyah
berada dalam mahal rofa', menjadi khobar mubtada pertama. Sedangkan yang
menghubungkan antara mubtada pertama dan khobar adalah huruf ha pada جاريته
. Contoh lain :
ولباس
التقوى ذلك خير
yang artinya : "Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik". (Al-A'raf:26).
Lafadz لباس
berkedudukan sebagai mubtada pertama, dan lafadz التقوى menjadi mudhof ilaih; lafadz ذلك
berkedudukan sebagai mubtada kedua, dan خير merupakan
khobar dari mubtada kedua, dan gabungan jumlah ismiyyah itu
khobar dari mubtada pertama. Dan penghubungnya adalah isim isyarah.
b.
Jumlah Fi'liyah
Adakalanya khabar ghairu mufrad itu berbentuk jumlah
fi'liyah, khabar yang terdiri dari fi'il dan fa'il. Contoh :
زيد قام أبوه : zaid, ayahnya berdiri. Lafadz زيد
berkedudukan sebagai mubtada, dan lafadz قام أبوه merupakan jumlah fi'liyyah yang
menjadi khabar dari mubtada, sedangkan rabith(yang
menghubungkan ) antara kedua lafadz tersebut adalah huruf ha dari lafadz
أبوه
.
3.
Khabar Syibhul Jumlah (serupa dengan jumlah)
Khabar syibhul jumlah itu memakai zharaf atau jer majrur.
Contoh khabar yang memakai zharaf :
زيد عندك : Zaid berada di sisimu.
Lafadz زيد berkedudukan sebagai mubtada, dan lafadz عندك merupakan zharaf makaan yang berkedudukan
menjadi khabar dari mubtada.
السفر غدا : Berpegian itu besok.
lafadz السفر berkedudukan sebagai mubtada,
dan lafadz غدا merupakan zharaf zaman yang menjadi khabar dari mubtada.
Sedangakan khabar syibhul jumlah yang memakai jar-majrur
contohnya :
زيد في الدار : Zaid berada didalam rumah
Lafadz زيد berkedudukan sebagai mubtada, dan lafadz في الدار merupakan
jar-majrur yang menjadi khabar.
Kedua macam khabar
yang memakai zharaf dan jar-majrur tersebut dinamakan syibhul
jumlah, sebab yang menjadi khabar sebenarnya bukan zharaf atau
jar-majrurnya, melainkan lafadz yang didalamnya mengandung makna yang
terkait dengan konteks. Zharaf dan jar majrur itu bertaaluq (berkaitan).
Bila keduanya menjadi khabar dengan lafadz yang wajib dibuang. Taqdirnya
adalah lafadz كائن atau
مستقر. Bila beranggapan yang
dibuang lafadz كائن maka termasuk khabar mufrod. Dan bila
menganggap lafadz مستقر maka termasuk khabar jumlah., sebab
tidak ada kepastian apakah khabar itu dari isim fa'il atau fi'il madhi.
Ketentuan lain dari khabar :
Zharaf zaman tidak boleh
dijadikan khabar bagi bagi manusia. Seperti contoh :
زيد اليوم : Zaid pada hari ini.
melainkan boleh dijadikan khabar dari makna, contoh :
السفر غدا : Berpegian itu besok.
Contoh lain :
الهلال
الليلة : mala ini ada hilal.
B.
Hukum Membolehkan dan Membuang Mubtada' dan Khobar
Terkadang secara jawaz (boleh) khobar mendahului
mubtada'. Contoh :
في الدار زيد : didalam rumah ada Zaid.
karena lafadz زيد berkedudukan
sebagi mubtada yang diakhirkan dan في الدار
merupakan khabar yang didahulukan. Untuk tujuan takhsish(menegaskan).
Dan diwajibkan
mendahulukan khabar atas mubtada. Dengan alasan untuk tujuan istifham (kata
Tanya), dan itu harus diletakkan diawal pembicaraan. Contoh :
أين زيد : dimanakah Zaid? زيد menjadi mubtada' yang diakhirkan letaknya.
Dan أينmerupakan khobar yang
didahulukan secara wajib dan tidak boleh diakhirkan.
Dan untuk contoh : إنما عندك زيد yang artinya sesungguhnya disisimu hanya
ada Zaid. Khabar pada contoh ini didahulukan secara wajib dengan
maksud di-mahshur. Yang berarti disampingmu itu hanya ada Zaid, tidak
ada orang lain.
Terkadang dibuang
semua mubtada dan khabar(kedua-duanya) secara Jawaz seperti contoh :
سلام قوم منكرون (Adz-Dzaariyaat
:25) yang bentuk lengkapnya adalah :
منكرون قوم
أنتم عليكم
سلام :
kesejahteraan dilimpahkan atas kalian. Kalian adalah orang-orang yang tidak
dikenal. Lafadz yang dibuang adalah
أنتم
عليكم. Lafadz عليكمmenjadi khabar lafadz سلام. dan lafadz أنتم
menjadi mubtada yang khabarnya lafadz قوم .
·
khabar
wajib dibuang dalam 4 keadaan :
1.
Setelah
lafadz لولا contoh yang terdapat dalam
firman Allah :
لولا آنتم لكنا مؤمنين : "kalaulah
tidak karena kalian, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman"
(Saba' : 31). Yang bentuk lengkapnya adalah لولا آنتم موجدون لكنا مؤمنين lafadz yang dibuang adalah موجدون .
2.
Sesudah
qasam(sumpah ) yang sharih ( jelas), contoh :
لعمرك إنّهم :
demi umurmu, sesungguhnya mereka adalah…
Yang bentuk lengkapnya adalah :
لعمرك قسمي : demi umurmu sebagai sumpahku.
3.
Sesudah
wawu ma'iyyah , contoh : صنع
وما صانع
كلّ : setiap yang berprofesi dengan profesinya, yang
bentuk lengkapnya :
مقرونانصنع
وما صانع
كلّ : setiap yang berprofesi dengan profesinya
selalu bebarengan.
4.
Sebelum
haal contoh : قائما زيدا ضربي
asal mula
قائما إذا كان زيدا
ضربي
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas kita dapat mengetahui sedikit mengenai khobar beserta
pembagian dan hukum-hukumnya. Khobar berfungsi untuk menyempurnakan mubtada,
khabar dibagi menjadi dua kelompok yakni, khobar mufrod, khobar ghoiru mufrod,
dan khobar syibhul jumlah. Terdapat hukum- hukum yang membolehkan serta membuang
mubtada khabar sesuai dengan ketentuan-ketentuan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuddin, Syekh. 1998. Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Ajurumiyyah. Sinar baru algesindo: Bandung.
Langganan:
Komentar (Atom)

